Saya punya kenalan anak **** (edited) fakultas
sastra, namanya Susan. Anaknya mungil, kulitnya putih bersih dan mulus, maklum
anak keturunan negeri seberang. Sedang saya sendiri kuliah di fakultas
kedokteran, **** juga.
Suatu waktu, saya jemput Susan dari kuliahnya untuk
pulang. Sesampainya di rumah Susan di bilangan Cempaka Putih, dia mengajak saya
masuk karena katanya rumahnya kosong sampai besok siang. Sayapun masuk dan
duduk di sofa ruang tamunya. Setelah menutup pintu depan, dia masuk ke dalam
kamarnya untuk mandi dan ganti baju.
Tidak lama kemudian dia datang dengan baju kaos dan
rok pendek sambil membawa dua minuman dan duduk di samping saya. Busyet, saya
bisa mencium harum tubuhnya dengan jelas. Dan terus terang tiba-tiba saya
terangsang dan mulai membayangkan keindahan tubuh Susan bila tanpa busana.
Secara tidak sadar, saya menatap tubuh segarnya dan membuat Susan bingung.
“Kenapa sih Ben?”, tanyanya. Saya cepat-cepat sadar
dari lamunan erotis saya.
“Ngga.., lu kelihatan laen dari biasanya”.
“Lain apanya Ben..?”, sambil menumpangkan salah satu
kakinya ke kaki satunya.
Busyet, pahanya putih sekali. Birahi sayapun tambah
terangkat. Pikiran erotis saya mulai bergelora lagi, menghayalkan seandainya
saya bisa meraba-raba kemulusan pahanya.
“Heh..!”, katanya sambil tertawa dan menepuk bahu
saya, “Ngeliat apaan hayo, ngeres deh lo!”.
Saya cuma bisa tersenyum, “San, panas ya di sini?”,
sambil saya mengambil saputangan di kantong celana.
“Iya yah, lo udah mulai keringetan begini”.
Tiba-tiba saja dia mengelap keringat di dahi saya
memakai tisunya.
Dalam keadaan berdekatan seperti ini, saya punya
inisiatif untuk memeluk dan menciumnya. Dan benar deh, Susan sudah berada dalam
pelukan saya, dan bibirnya sudah dalam lumatan bibir saya. Dia sama sekali
tidak berontak dan mulai memejamkan matanya menikmati percumbuan ini. Tangannya
perlahan berganti posisi memeluk leher saya. Tangan saya yang tadi memegang
pinggulnya, turun perlahan ke pangkal pahanya dan akhirnya saya berhasil
merasakan betapa mulus dan lembutnya paha Susan. Saya meraba naik turun sambil sedikit
meremasnya. Rasanya agak bangga juga saya mulai bisa menyentuh bagian tubuhnya
yang agak sensitif. Sedang bibir kami masih saling berpagutan mesra dalam
keadaan mata masih terpejam. Lama-lama saya merasa kurang lengkap kalau hanya
meraba bagian pahanya saja.
Tangan saya mulai naik lagi. Sekarang saya ingin
sekali untuk menikmati buah dadanya. Pikiran saya sudah melayang jauh. Pelan
tapi pasti saya mengangkat baju kaosnya untuk saya buka. Dia tidak menolak, dan
setelah saya buka bajunya, kelihatanlah buah dadanya yang masih terbungkus rapi
oleh BH-nya. Saya lumat lagi bibirnya sambil saya bawa tangan saya ke belakang
tubuhnya. Memeluk.., dan akhirnya saya mencari kancing pengait BH-nya untuk
saya lepas. Tidak berapa lama kemudian terlepaslah BH pembungkus buah dadanya.
Dan mulailah tersembul keindahan buah dadanya yang putih dengan puting
kecoklatan di atasnya. Akh, benar-benar merupakan tempat untuk berwisata yang
paling indah dengan pemandangan yang menakjubkan di seantero jagat. Saya tambah
gregetan melihat indahnya buah dada Susan yang terawat rapi selama ini.
Akhirnya saya mulai meraba dan meremas-remas salah
satu buah dadanya dan kembali saya lumat bibir mungilnya. Terdengar nafas Susan
mulai tidak teratur. Kadang Susan menghembuskan nafas dari hidungnya cepat
hingga terdengar seperti orang sedang mendesah. Susan membiarkan saya menikmati
tubuhnya. Birahinya sudah hampir tidak tertahankan.
Saat saya rebahkan tubuhnya di sofa dan mulut saya
siap melumat puting susunya, Susan menolak saya sambil mengatakan, “Ben, jangan
di sini.., di kamar saya aja!”, ajaknya dan kemudian bangun, mengambil baju
kaos dan BH-nya di lantai dan berjalan menuju kamar tidurnya. Saya mengikutinya
dari belakang sambil membuka baju saya sendiri dan melepas kancing celana saya.
Begitu pintu ditutup dan dikunci, saya langsung
memeluk Susan yang sudah telnjang dada dan kembali melumat bibir mungilnya lalu
meraba-raba tubuhnya sambil bersandar di tembok kamarnya. Lama-lama cumbuan
saya mulai beralih ke lehernya yang jenjang dan menggelitik belakang
telinganya. Susan mulai mendesah pertanda birahinya semakin menjadi-jadi.
Saking gemesnya saya sama tubuh Susan, tidak lama tangan saya turun dan mulai
meraba dan meremas bongkahan pantatnya yang begitu montoknya. Susan mulai
mengerang geli. Terlebih ketika saya lebih menurunkan cumbuan saya ke daerah
dadanya, dan menuju puncak bukit kembar yang menggelantung di dada Susan.
Dalam posisi agak jongkok dan tangan saya memegang
pinggulnya, saya mulai menggerogoti puting susu Susan satu persatu yang membuat
Susan kadang menggelinjang geli, dan sesekali melenguh geli. Saya jilat, gigit,
kulum dan saya hisap puting susu Susan, hingga Susan mulai lemas. Tangannya
yang bertumpu pada dinding kamar mulai mengendor.
Perlahan tangan saya meraba kedua pahanya lagi dan
rabaan mulai naik menuju pangkal pahanya. Dan saya mengaitkan beberapa jari
saya di celana dalamnya dan, “Srreet!”, Lepas sudah celana dalam Susan. Saya
raba pantatnya, begitu mulus dan kenyal, sekenyal buah dadanya. Dan saat rabaan
saya yang berikutnya hampir mencapai daerah selangkangannya.., tiba-tiba, “Ben,
di tempat tidur aja yuk..! saya capek berdiri nih”. Sebelum membalikkan
badannya, Susan memelorotkan rok mininya di hadapan saya dan tersenyum manis
memandang ke arah saya. Wow, senyum itu.., membuat saya kepingin cepat-cepat
menggumulinya. Apalagi Susan tersenyum dalam keadaan tanpa busana.
Susan mendekati saya, dan tangannya dengan lincah
melepas celana panjang dan celana dalam saya hingga kini bukan hanya dia saja
yang bugil di kamarnya. Batang kemaluan saya yang tegang mengeras menandakan
bahwa saya sudah siap tempur kapan saja. Tinggal menunggu lampu hijau menyala.
Lalu Susan mengambil tangan saya, menggandeng dan
menarik saya ke ranjangnya. Sesampainya di pinggir ranjang, Susan berbalik dan
mengisyaratkan agar saya tetap berdiri dan kemudian Susan duduk di sisi
ranjangnya. Oh, Susan mengulum batang kemaluan saya dengan rakusnya. Gila, lalu
dia dengan ganasnya pula menggigit halus, menjilat dan mengisap batang kemaluan
saya tanpa ada jeda sedikitpun. Kepalanya maju mundur mengisapi kemaluan saya
hingga terlihat jelas betapa kempot pipinya. Saya berusaha mati-matian menahan
ejakulasi yang saya rasakan agar saya bisa mengimbangi permainannya. Kadang
saya meringis nikmat saat Susan mengeluarkan beberapa jurus pamungkasnya dalam
mencumbui kemaluan saya. Wow, betapa nikmatnya hingga menyentuh sumsum.
Sudah 15 menit Susan mengisapi batang kemaluan saya,
lalu dia melepas mulutnya dari batang kemaluan saya dan merebahkan tubuhnya
telentang di atas ranjang. Saya mengerti maksud Susan ini. Dia minta gantian
saya yang aktif. Segera saya tindih tubuhnya dan mulai berciuman lagi untuk
beberapa lamanya, dan saya mulai mengalihkan cumbuan ke buah dadanya lagi,
kemudian saya turun lagi mencari sesuatu yang baru di daerah selangkangannya.
Susan mengerti maksud saya. Dia segera membuka dan mengangkangkan kedua pahanya
lebar-lebar, membiarkan saya membenamkan muka saya di sekitar bibir vaginanya.
Kedua tangan saya lingkarkan di kedua pahanya dan membuka bibir vaginanya yang
sudah memerah dan basah itu. Oh, rupanya sewaktu dia mandi sudah dibersihkan
dan disabun dengan baik sehingga bau vaginanya harum. Ditambah menurut
pengakuannya, bahwa dia tadi meminum ramuan pengharum vagina. Tanpa buang waktu
lagi, saya menjulurkan lidah untuk menjilati bibir vaginanya dan clitorisnya
yang tegang menonjol.
Wow, Susan menggelinjang hebat. Tubuhnya bergetar
hebat. Desahannya mulai seru. Matanya terpejam merasakan geli dan nikmatnya
tarian lidah saya di liang sanggamanya. Kadang pula Susan melenguh, merintih,
bahkan berteriak kecil menikmati gelitik lidah saya. Terlebih ketika saya
julurkan lidah saya lebih dalam masuk ke liang vaginanya sambil menggeser-geser
ke clitorisnya. Dan bibir saya melumat bibir vaginanya seperti orang sedang
berciuman. Vaginanya mulai berdenyut hebat, hidungnya mulai kembang kempis, dan
akhirnya..
“Ben.., ohh.., Ben.., udahh.., entot saya Ben!”,
Susan mulai memohon kepada saya untuk segera menyetubuhinya. Saya bangun dari
daerah selangkangannya dan mulai mengatur posisi di atas tubuhnya dan
menindihnya sambil memasukkan batang kemaluan saya ke dalam lorong vaginanya
perlahan. Dan akhirnya saya genjot vagina Susan yang masih perawan itu secara
perlahan dan jantan. Masih sempit, tapi remasan liangnya membuat saya makin
penasaran dan ketagihan.
Akhirnya saya sampai pada posisi paling dalam, lalu
perlahan saya tarik lagi. Pelan, dan lama-kelamaan saya percepat gerakan
tersebut. Kemudian posisi demi posisi saya coba dengan dukungan Susan.
Saya sudah tidak sadar berada di mana. Yang saya
tahu semuanya sangat indah. Rasanya saya seperti melayang terbang tinggi
bersama Susan. Yang saya tahu, terakhir kali tubuh saya dan tubuh Susan
mengejang hebat. Keringat membasahi tubuh saya dan tubuhnya. Nafas kami sudah
saling memburu. Saya merasakan ada sesuatu yang muncrat banyak sekali dari
batang kemaluan saya sewaktu barang saya masih di dalam kehangatan liang
sanggama Susan. Setelah itu saya tidak tahu apa lagi.
Sebelum saya tertidur saya sempat melihat jam.
Alamak!, dua setengah jam. Waktu saya sadar besoknya, Susan masih tertidur
pulas di samping saya, masih tanpa busana dengan tubuh masih seindah sebelum
saya bersenggama dengannya. Sambil memandanginya, dalam hati saya berkata,
“Akhirnya saya bisa juga ngelampiasin nafsu yang saya pendam selama ini”.
Thank’s banget San.., kalo nggak ada lo, saya kagak
tau deh ke mana saya bawa nafsu saya ini”, saya kecup keningnya, lalu saya
segera berpakaian dan siap pergi dari rumah Susan setelah saya lihat jam di
mejanya, mengingatkan saya bahwa sebentar lagi keluarganya segera datang. Saya
kagak mau konyol kepergok lagi bugil berduaan bersama dengannya. Apalagi masih
ada noda darah perawan di sprei tempat tidurnya. Saya bangunkan dia dan berkata
bahwa lain kali sebaiknya kita main di villa saya, di Bogor, dengan alasan
lebih aman dan bebas.
0 komentar:
Posting Komentar